LOGICO untuk pembelajar Kinestetik Mendapatkan Banyak Penghargaan Internasional

Logico, buku berkualitas yang telah mendapatkan banyak penghargaan internasional.

Manfaat Logico diantaranya adalah untuk menunjang pembelajar kinestetik

Increase The Processing Speed of Your Child Brain

Logico yang hadir di indonesia terdiri dari 3 jenjang

Logico Primo untuk jenjang usia 3-6 th, Logico Piccolo untuk 5-10th, Maximo untuk 8-12th

Maksimalkan Potensi Gemilang Buah Hati Dengan Logico

Ingin anak pintar, hadiahkan Logico untuk ulang tahunnya... Otak cemerlang,masa depan gemilang!

Ingin Anak Kinestetik Betah Belajar?

Siapkan Logico dan rasakan sensasi Belajarnya...

Senin, 01 Agustus 2016

Mengajak si kinestetik beradaptasi

Mengajak si kinestetik beradaptasi


Anak Anda tidak bisa duduk diam dan seringkali sibuk sendiri? Jangan khawatir, mungkin ia adalah si tipe kinestetik. Ia bukan nakal, dan sebetulnya ia bisa diajak beradaptasi di tempat manapun. maksimalkan kemampuannya dan komunikasikan dengan guru



Setiap manusia itu unik. Ya, sebab tidak ada satupun manusia yang punya kepribadian sama persis, bahkan yang kembar sekalipun. Karena itu para ahli yang memeplajari manusia mulai mengeluarkan banyak hasil penelitiannya berupa karakteristik manusia. Dari dominasi otak kanan atau otak kiri, hingga gaya belajar; kinsetetik, visual, auditori.

Karena itu, sebaiknya setiap sekolah bisa selalu memahami dan menerapkan cara mengajar yang disesuaikan dengan karakteristik setiap anak. Sebab anak tidak bisa disamaratakan lalu harus selalu memahami apa yang diajarkan dengan cara yang seragam. Maka belakangan ini ada begitu banyak sekolah yang menekankan poin tersebut, sebagai keunggulannya. Bahwa mereka sangat memahami keunikan setiap anak, lalu berjanji untuk memfasilitasinya.

Sayangnya, sekolah yang seperti itu biasanya membuat orangtua harus merogoh kocek lebih dalam lagi. Oleh sebab itu, tidak semua orangtua mampu menyekolahkan anaknya di tempat-tempat yang seperti demikian. Masih banyak orangtua memilih sekolah konvensional, yang sarat dengan metode belajar seragam. Hal ini tidak akan menjadi perkara besar jika anak tersebut merupakan tipe auditori atau visual. Namun lain lagi dengan anak yang kinestetik.

Tipe Kinestetik adalah tipe gaya belajar yang cenderung mudah menerima dan mengolah informasi melalui serangkaian aktivitas yang menggerakkan sebagian / seluruh anggota tubuh dan mempraktekkan hal-hal yang dipelajari. 

Ciri-ciri anak dengan tipe gaya belajar Kinestetik:
  1. Menyukai kegiatan aktif baik sosial, kesenian, maupun olahraga. Sulit untuk duduk tenang, selalu ingin beregrak, dan memiliki koordinasi tubuh yang baik.
  2. Gemar menyentuh semua yang dilihat dan ia kerap menggunakan gerakan/bahasa tubuh saat mengekspresikan diri/mengungkapkan emosinya saat itu.
  3. Mencari perhatian lewat perhatian fisik seperti menyentuh orang lain dan suka mengerjakan sesuatu yang memungkinkan menggunakan tangannya secara aktif.
  4. Jika ada mainan baru biasanya langsung ingin mencoba memainkannya.
  5. Biasanya anak-anak dengan kecerdasan kinestetik sudah mulai terlihat sejak usianya menginjak empat tahun.


Ya, tidak ada bedanya tipe belajar kinestetik dengan tipe-tipe belajar lainnya. Sayangnya, karena kurikulum Indonesia pada umumnya masih sarat dengan penyeragaman, maka anak-anak yang sangat aktif ini kerap dilabeli dengan "anak nakal". Apalagi jika mereka yang tidak mau duduk diam ini, bersekolah di sekolah konvensional. Mereka akan merasa amat bosan duduk dan mengikuti pelajaran di dalam kelas. Lalu biasanya jadi pengganggu karena tidak tertarik dengan aktivitas di kelas.

Hal ini tentu menjadi dilema bagi setiap orangtua. Apalagi pertimbangan biaya menjadi kendala utama. Ya, sebetulnya, tidak ada masalah jika orangtua terpaksa menyekolahkan anak di tempat konvensional. Namun memang, orangtua harus memenuhi hal-hal yang tidak teratasi di sekolah. Sebab, biasanya anak kinestetik mengalami banyak kesulitan dalam mengikuti pelajaran. Orangtua harus selalu ada dan aktif berkomunikasi dengan guru, agar memahami benar perkembangan anak disekolah. Lalu mengejar ketertinggalan dengan memberikan pelajaran yang sama dengan cara yang mudah dipahami anak kinestetik.

Manusia beradaptasi, kan? Karena itu Dawna Markova, Ph.D. pernah mengatakan dalam bukunya, bahwa setiap anak memiliki potensi belajar KVA (Kinestetik-Visual-Audio), hanya saja dengan porsi yang berbeda-beda. Walau demikian tipe belajar setiap anak tidak selalu bertahan seperti itu. Memperkaya gaya belajar setiap saat itu sangat dianjurkan. Misalnya saja ketika kecil seorang anak lebih condong kepada gaya belajar kinestetik, setelah agak besar mungkin saja lebih condong dengan gaya audio, dan ketika dewasa bisa berubah menjadi visual.


Jadi tidak usah khawatir berlebihan saat si kecil menjadi "anak nakal" di kelas. Mungkin ia memiliki kecerdasan kinestetik lebih dominan dalam dirinya. Dukung dan penuhi kebutuhannya di rumah. Terapkan disiplin dengan cara yang bisa diikutinya, dan jangan menyerah untuk terus mengingatkan agar ia beradaptasi dengan lingkungannya. Toh ke depannya pun setiap manusia harus terus mampu beradaptasi di manapun ia berada, kan? Tugas berat memang menghantui Anda, tapi bukankah itu alasan mengapa Tuhan memilih Anda menjadi orangtua?

sumber 
keluarga dot com

SI “BIANG GADUH” DI KELAS

SI “BIANG GADUH” DI KELAS

M. Musrofi
Seorang Bapak bertanya, “Anak saya kelas 3 sd, tetapi tidak bisa konsentrasi setiap diterangkan pelajaran baik di sekolah/rumah, sampai-sampai dikelas disebut biang “gojek” (gaduh), tetapi dia mudah bergaul pada siapapun, mandiri & senang otak atik sesuatu. Bagaimana menurut bapak? Apa yang seharusnya saya lakukan?”

Jawaban:

Kalau anak bertipe visual maka mata adalah “jendela ilmu.” Tipe ini suka membaca. Kalau anak bertipe auditori, maka  telinga sebagai “jendela ilmu.” Tipe ini akan sangat bagus menyerap materi pelajaran dengan cara mendengar. Kalau anak bertipe kinestetik, maka praktek (menyentuh, merasa, dan membau) dan bergerak adalah “jendela ilmu.” Barangkali anak Bapak/Ibu bertipe kinestetik ini.  Coba Bapak/Ibu ikuti tips berikut ini saat mengajari anak di rumah: 

Biarkan anak bergerak-gerak di saat menghapal materi. Dia memang tidak bisa duduk diam lebih dari 15 menit atau 25 menit. Jadi jangan dipaksa duduk, biarkan ia bergerak-gerak untuk jeda.  

Dalam mengajari materi pelajaran, buat suasana seperti berdiskusi. Sebisa mungkin dengan menggunakan alat-alat peraga. Alat peraga tidak perlu beli. Misal : menghitung luas empat persegi panjang : ambil kertas folio, telunjuk anak diminta memegang sisi-sisi kertas itu, mana panjang, mana lebar., lalu bagaimana menghitung luasnya. Anak itu akan mengingat materi pelajaran bukan dari apa yang dia lihat atau apa yang dia dengar, tetapi dari apa yang dia alami atau praktekkan.

Cara lain, bila akan mengingat materi pelajaran, dapat dilakukan dengan menutup mata lalu menulis dengan jari telunjuk materi yang diingat tersebut di udara (seperti pantomim)  Kalau membaca, jari telunjuknya diminta aktif (menunjuk kalimat yang tengah dibaca). Kalau materi pelajaran berupa bacaan panjang lebar, diringkas menjadi penggalan-penggalan kalimat. Anak bertipe ini memang tidak suka membaca panjang lebar. Anak bertipe ini perlu melakukan gerakan-gerakan fisik untuk bersiap-siap menghadapi tes atau ujian.

Intinya adalah anak itu akan termotivasi belajar dan mengingat materi pelajaran dengan baik dengan cara bergerak, mengalami atau praktek. Jadi anak itu bukannya tidak bisa konsentrasi dalam belajar, tetapi memang cara belajarnya dengan cara bergerak dan praktek. Nah, Bapak/Ibu perlu dicoba tips tersebut di rumah. Kalau berhasil bagus, mungkin gurunya perlu diberitahu. Yang penting, dicoba dulu tips sederhana tersebut di rumah.

Memang agak sulit ya bila anak itu berada di kelas. Dia cenderung bergerak dan mungkin juga ingin mengajak bicara dengan teman sebangku. Maka anak ini disebut “biang gaduh”, padahal sekali lagi memang cara belajar anak ini dengan bergerak-gerak. Hasil penelitian menunjukkan : para pelajar kinestetik paling berisiko gagal mengikuti pelajaran di kelas. Oleh karena pola pembelajaran yang biasa dilakukan di kelas adalah pola visual (guru menjelaskan dengan grafik, tulisan, gambar, dll) dan auditorial (guru menjelaskan secara lisan), bukan dengan praktek dan banyak gerakan.

Thomas Alva Edison, penemu lampu pijar, accu (aki), pengeras suara, dan lain-lain, adalah tipe kinestetik : suka bergerak-gerak dan suka praktek. Barangkali seperti anak ibu yang suka otak-atik. Edison adalah ”biang gaduh” di kelas. sampai gurunya ”judheg”, lalu Edison dipukul gurunya dengan rotan. Lalu ibunyalah yang mendidik dia sampai menjadi orang besar, dengan ribuan temuan.

Nah, soal anak yang suka otak-atik, bagus sekali apabila aktivitas ini benar-benar Bapak/Ibu dukung dan diberikan fasilitas obyek otak-atik tersebut. Coba per tiga bulan sekali, anak diminta membuat sesuatu dari otak-atiknya itu. Yang perlu ditekankan tidak ada pemaksaan. Mudah-mudahan, anak itu bisa membuat karya-karya inovatif. Mudah-mudahan anak itu nantinya jadi penemu besar seperti Edison, asal ibunya sabar mengasuh. Karena ”banyak Edison-Edison kecil” seperti anak Bapak/Ibu, yang kandas di tengah perjalanan hidupnya, karena selalu disalahkan di sekolah dan di rumah.

sumber:www.sdsukses

Kecerdasan Kinestetik

Kecerdasan Kinestetik adalah kemampuan untuk membangun hubungan penting antara pikiran dengan tubuh, yang memungkinkan tubuh untuk menciptakan gerakan.


Kecerdasan Kinestetik ini penting dan bermanfaat:
Meningkatkan kemampuan psikomotorik
Meningkatkan kemampuan sosial dan sportivitas
Membangun rasa percaya diri dan harga diri
Meningkatkan kesehatan.

Indikator Kecerdasan Kinestetik:
Cepat menerima informasi
Mampu memainkan alat musik yang menggunakan jari
Mampu menggambar objek secara detail
Senang bergerak

Ciri-ciri:
Aktif atau tak mudah lelah
Menggunakan anggota tubuh untuk berkomunikasi
Cenderung ingin menyentuh sesuatu yang menarik perhatian

Contoh Karir:
Atlet
Dokter gigi
Koreografer
Mekanik
Ahli bedah

Stimulasi yang cocok:
Gunakan gerakan dalam mengajar
Berikan kesempatan untuk menyentuh dalam pengarahan
Libatkan dalam berbagai kegiatan
Ajaklah untuk berolah raga
Berikan buku-buku mengenai kreativitas, dan olah raga

Contoh game:
Bermain hula-hula
Bermain musik
Melompat
Meniti balok
Menari
Bersepeda, sepatu roda, skateboard

Siswa Berkarakter Kinestetik Perlu Diperhatikan


Setiap guru di Indonesia tidak banyak yang mengerti soal karakteristik psikologi anak. Banyak dari mereka yang mengacu pada karakteristik auditori dan visual, sedangkan karakter kinestetik dianggap sebagai kenakalan.

Psikolog yang berkecimpung di Yayasan Anak Indonesia Suka Baca, Kamis (28/6), Linda Saptadji mengatakan,

karakteristik anak menjadi salah satu tantangan bagi pendidikan di Indonesia, terutama bagi anak yang memiliki karakter kinestetik. Guru sering mempersepsikan mereka sebagai anak yang nakal karna banyak bergerak”.

Tidak semua pelajaran memiliki sesi praktik, sehingga harus ada usaha lebih untuk bisa menerjemahkan pengetahuan yang guru berikan dalam bentuk praktik,” jelasnya Linda. “Karena pada saat mapping terserah anak mau menulis apa dan mereka mempertanggungjawabkan apa yang mereka tulis,” kata Linda. Mayoritas guru di sekolah lebih mengacu pada karakteristik visible dan auditorial, sehingga anak yang berkarakter kinestetik tidak terangkul secara maksimal dalam mencerna pelajaran.

Guru-guru di Indonesia belum dikomunikasikan untuk menangani kriteria anak. Kasihan, karena mereka itu memiliki karakteristik yang unik. 


Tidak satisfactory jika kita menghadapi mereka dengan cara yang sama. "Guru-guru di Indonesia belum dikomunikasikan untuk menangani kriteria anak. Kasihan anak-anak, karena mereka itu kan memiliki karakteristik yang unik. Tidak fair jika kita menghadapi mereka dengan cara yang sama," ungkap Linda Saptadji, psikolog yang berkecimpung di Yayasan Anak Indonesia Suka Baca, di Jakarta, Kamis (28/6/2012).

Linda mengatakan, karakteristik anak memang menjadi tantangan bagi dunia pendidikan saat ini, khususnya anak-anak yang memiliki karakter kinestetik. Linda melanjutkan, anak kinestetik memiliki problema dalam menangkap pelajaran. Akibatnya, anak-anak kinestetik belajar dengan cara-cara motorik. Guru juga diminta untuk mencari strategi baru dalam mengajar dan mendidik perkembangan anak-anak didiknya. "Karena pada saat mapping terserah anak mau menulis apa dan mereka mempertanggungjawabkan apa yang mereka tulis," kata Linda. “Bukan menjadi guru yang pemarah dan senang menjatuhkan muridnya,” katanya. Karena itu, kata Sudibyo, dalam mengajar banyak hal yang harus diperhatikan agar seorang guru bisa menjunjung tinggi komitmen, konsisten, dan konsekuen terhadap pekerjaannya. 

Guru yang berkarakter akan mengajar dengan penuh tanggung jawab dan kasih sayang. Kemapuan visual, auditori dan kinestetik (kepekaan). “Jadi seorang guru bisa memahami kendala siswa dalam menyerap pelajaran. Metode seperti eksplorasi, eksploitasi, dan elaborasi, sangat membantu setiap siswa yang kesulitan dalam pelajaran. Anak merupakan individu yang berkarakter, memiliki ciri khas tersendiri. Sama halnya dengan siswa dalam kelas. Jumlah yang kurang menguntungkan untuk pembelajaran. Tipe belajar visual ialah cara anak belajar dengan cara melihat. Anak dengan tipikal ini cenderung lebih mudah belajar karena hanya dengan melihat ia bisa dengan mudah menangkap pelajaran.

Anak kinestetik merupakan kelompok anak yang cenderung mengalami kesulitan belajar karena mereka harus mengalami sendiri suatu peristiwa agar cepat paham. Mereka sangat kesulitan jika belajar hanya dengan membaca dan mendengar. Apabila guru mengenali tipe belajar masing-masing anak, hal tersebut akan mempermudah guru dalam melaksanakan pembelajaran. Guru dapat memilih media yang paling tepat sesuai dengan karakteristik siswa dalam kelasnya. Angket-angket tersebut berisi pertanyaan tentang kebiasaan anak visual, auditory, dan kinestetik. Keuntungan memahami tipe balajar anak bukan hanya bermanfaat bagi guru tapi untuk anak sendiri dan orang tua. 

"Ketika anak memahami tipe belajarnya ia akan belajar memahami sesuatu 
dengan caranya sendiri. "


Contoh, orang tua yang memiliki seorang kinestetik, mereka harus memahami bahwa anak kinestetik memang memiliki kesulitasn belajar. Ketika orang tua memahami cara belahar anak, ia akan menuntun mereka perlahan, membimbing, mengarahkan dan hal terlarang bagi orang tua adalah menuntut anak dengan ekspektasi yang tinggi. Kita tidak bisa menyamakan diri kita sendiri dengan mereka. Mereka jelas hidup di zaman yang berbeda maka pola didik yang dibutuhkan tak bisa disamakan. Tuntutan yang berlebihan, ekspektasi berlebihan akan membuat mereka bekerja keras dan sampailah pada titik kejenuhan, frustasi karena tidak bisa melakukan apa yang diharapkan orang lain. Biarkan mereka berekspresi, melakukan hal positif yang mereka suka. 

Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pendidikan berkarakter pada peserta didik sekolah menengah untuk membentuk dasar berpikir yang lebih dewasa. Tujuan; Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Hasil; Pendidikan berkarakter bagi siswa sekolah menengah dapat terwujud dengan melakukan hal-hal antara lain; pendidikan karakter secara terpadu melalui pembelajaran, pendidikan karakter secara terpadu melalui manajemant sekolah, dan pendidikan secara terpadu malalui kegiatan ekstrakurikuler. 

Masalah-masalah yang ditimbulkan oleh siswa tidak lepas dari peran guru yang turut memberikan pengaruh besar pada pendidikan itu sendiri. Sekolah-sekolah yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya. Pendidikan karakter diharapkan lulusan SMP memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah. Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.

sumber:duniapsikologiuntukanda.blogspot