Rabu, 13 Juli 2016

Anak Kinestetik Bukan Anak Bodoh atau Anak Nakal

Mama Ferdi (6) meminta saya untuk mengajar privat anaknya. Pada saat saya datang, Mama Ferdi bercerita kepada saya bahwa Ferdi nilainya kurang baik dan sering dimarahi gurunya karena tidak bisa diam di dalam kelas. 

Setelah kurang lebih sebulan mengajar Ferdi, saya melihatnya. Ferdi memang tidak bisa diam, tetapi bukannya ia bodoh atau nakal. Ferdi hanyalah seorang pembelajar kinestetik. Ia belajar melalui stimulasi gerak, seperti saat ia mudah menghafal saat materi hafalan dibacakan dan ia meniru hafalan tersebut sembari melompat-lompat atau berlari-lari kecil.


Setelah mengetahui hal tersebut, saya bisa melihat bahwa Ferdi sebenarnya anak yang sangat cerdas. Hanya sayangnya, memang pembelajar kinestetis seperti Ferdi tidak umum diterima keberadaannya karena sistem sekolah pada umumnya lebih mendukung ransangan visual dan audio.

Tak heran anak-anak kinestetik ini seakan-akan menjadi anak tiri dalam sistem pendidikan karena dianggap anak ‘nakal’ yang tidak bisa diam. Padahal, hanya dengan memahami gaya belajar anak kinestetik, kita dapat membantu memaksimalkan potensinya tanpa harus merasa kesal.

Tiga Gaya Belajar

Menurut teori Neil D. Fleming yang saat ini telah dimanfaatkan secara luas, ada tiga gaya belajar, yaitu: visual, auditori, dan kinestetik. Beberapa orang dominan di salah satunya, namun ada pula yang dominan di dua gaya.

Mereka yang visual akan lebih mudah belajar melalui stimulasi terhadap sensor penglihatan atau mata, sedangkan sang auditoris mudah belajar melalui stimulasi pendengaran (telinga). Bagi anak kinestetik seperti Ferdi, otaknya bekerja maksimal saat mereka bergerak.

Karena itulah pembelajar kinestetis mudah menghafal jika badannya ikut bergerak, entah dengan menggerakkan mulutnya, menulis ulang hafalannya, atau seperti Ferdi, mendengarkan materi hafalan dengan berjingkrakan. Mereka juga dapat belajar cepat melalui game komputer edukatif yang mengundang anak untuk belajar dengan menggerakkan tangannya.

"Mereka Tidak Bodoh atau Nakal"

Anak kinestetik tidak bodoh atau nakal. Mereka hanya kurang dipahami dan memiliki energi fisik yang lebih banyak daripada anak lainnya. Jumlah anak kinestetik di dunia cukup banyak. Tingkat kesuksesan mereka di masa depan tidak kalah dari anak-anak lain, dan mereka tidak terkungkung hanya mungkin menjadi seorang atlet (walaupun mereka memang bibit atlet unggul). Kuncinya hanyalah pada pembelajaran efektif sehingga semakin dini mereka mengetahui cara belajar paling efektifnya, semakin rendah pula kemungkinan mereka mengalami tantangan psikologis di kemudian hari.

Anak kinestetik bisa dibantu dengan mengulang materi belajarnya melalui stimulasi gerak, entah dengan menulis ulang (yang mungkin cukup membosankan bagi anak kecil), mencoret-coret pemahamannya di atas kertas, atau menggunakan perangkat tertentu (misalnya belajar matematika dengan memindah-mindahkan kancing).

Untuk anak yang sudah lebih besar, Anda bisa mengenalkan gaya belajar mereka, sehingga mereka bisa mencari tahu sendiri, stimulasi gerak seperti apa yang mereka inginkan dan dapat dilakukan juga di dalam kelas (misalnya, memutar pensil atau menggerakkan kakinya). Jika diperbolehkan oleh sekolah dan gurunya, mengunyah permen karet terbukti efektif meredam anak-anak yang kelebihan energi.

Dan yang sama pentingnya adalah membantu anak kinestetik Anda untuk meminimalkan kelemahannya, yang biasanya ada pada pendeknya periode fokus/konsentrasinya. Mereka juga cenderung memiliki tenaga lebih sehingga jika tidak dikendalikan oleh dirinya sendiri, ia bisa menjadi penganggu proses pembelajaran majemuk.

Melatih fokus/konsentrasi bisa dilakukan melalui banyak hal, salah satunya adalah dengan bermain puzzle atau bertanding tentang sesuatu yang terkait konsentrasi (misalnya bermain game UNO Stacko atau lama-lamaan menahan buku di kepala).

Sedangkan melatih kendali diri salah satunya dapat dilakukan dengan disiplin dan meminta pengertian anak, misalnya bahwa ia akan mengganggu teman-temannya belajar jika ia terus-terusan mengetukkan kakinya di dalam kelas. Bisa juga dengan menyalurkan energi lebihnya ke aktivitas fisik di luar sekolah, misalnya ikut kursus bela diri, kursus musik, dan sejenisnya.

---------------

Ingatlah. Jika Anda melihat seorang anak yang tidak bisa diam (saat belajar), janganlah langsung melabeli anak tersebut dengan ucapan ‘nakal’ atau ‘bandel’. Mungkin ia hanyalah seorang pembelajar kinestetis cerdas yang penuh rasa ingin tahu.

0 komentar:

Posting Komentar