Ini adalah pengalamanku menghadapi sulungku. Dia anak yang banyak bergerak. Istilah yang beken dalam dunia pendidikan anak adalah " Kinestetik"
Saat berusia 2 tahun, ananda sudah mahir memanjat dengan ketinggian sekitar 2 meter. Dalam sehari bisa dilakukan 10 kali lebih karena aku tidak melarangnya konsekuensinya, aku harus mengawasinya. Mengapa aku tidak melarangnya? Pertimbanganku adalah, dia sedang belajar melatih motorik kasar. Memang hal itu membuat aku dan orang yang melihatnya " sport jantung" Tetapi kita sebagai orangtua tidak bisa meng "cut" begitu saja hanya karena rasa takut atau rasa malas membantu mereka belajar. Ku akui, kadang perasaan itu melanda namun rasa cinta dalam kesadaran bahwa orang tua berkewajiban mengolah fisik maupun mental meraka seolah lebih kuat. Dan alhamdulillah kami mampu membuat ananda berkata " Aku bisa " , " Aku mampu ".
Melihat keenergikan ananda , aku mulai mempunyai "feeling" bahwa anak ini akan menghadapi sedikit masalah ketika nanti bersekolah. Mengapa ??? Satu, anak banyak gerak ( banyak tingkah) biasanya diberi label anak nakal. Dua, sekolah pada umumnya adalah lingkungan yang kurang mengakomodasi gaya belajar anak kinestetik ( kecuali sekolah alam ). Anak kinestetik mampu menyerap materi pelajaran dengan maximal melalui gerak atau dengan bergerak. Untuk level TK sebenarnya cukup terfasilitai. Perlu di ketahui ada pula tipe anak yang bisa belajar dengan maksimal dengan mendengar ( tipe auditori ), melihat ( tipe visual ) ada juga dengan menyentuh ( taktil ). Atau kombinasi dari semua itu. Hal tersebut bisa dibaca lebih jelas di buku Quantum learning nya Bobbi Deporter& Mike Hermacki atau The Power of Learning Style karya Barbara Prashnig.
Beberapa tahun kemudian ananda mulai memasuki fase baru, fase sekolah. Benar adanya " feeling" ku beberapa tahun yang lalu. Beberapa bulan setelah sekolah, Ibu guru memanggilku dengan keluhan bahwa anakku ( Salman ) masih susah membedakan beberapa huruf Hijaiyyah. Bu guru memintaku untuk membantu belajar di rumah.. Aku Sempat agak sewot Dalam benakku, aku jauh-jauh pindah dari Tangerang ke Bekasi demi mengejar sekolah bermutu untuk anak ku koq begini ? Sekolah Fullday, bukankah anak-anak lebih banyak di sekolah ? Lagipula, untuk memutuskan sekolah disitu saja aku harus memakai analisa "SWOT" ( Strenght, Weakness, Oportunity and Threat) , skala prioritas yang rumit, bla bala bla. Mengapa mengatasi masalah anak seperti itu harus meminta bantuan orang tua? Namun akhirnya aku menyadari, memang tugas guru tidak ringan, harus mengejar di "target" kurikulum..
Aku tergerak untuk membuktikan. Karena atas izin Allah, sebelum sekolah pun aku sudah mampu mendeteksi akan adanya masalah tersebut. Mengapa aku tidak bisa mengatasinya ?? Aku terus menyemangati diriku. Alhamdulillah atas izin Allah muncullah ide ini: Aku membentuk dan menggunting satu suku kata atau satu kata dari huruf hijaiyyah dengan kertas warna-warni. Kemudian aku menempelnya, menyebar di sekitar kamar dan ruang tengah. Aku sengaja memasang agak tinggi dan agak rendah ada pula beberapa yg setara denga tinggi badan ananda . Melihat aku sibuk menggunting dan menempel , ananda nampak senang dan terus bertanya, ingin mengerti untuk apa huruf-huruf tersebut. Aku menjelaskan, mata cerdasnya berbinar-binar...indaaaah sekali. Dan dia pun ikut membantu menempel. Hatinya senang, gembira pertanda limbik otaknya sudah terbuka, siap untuk dituang ilmu atau belajar.
The Brain is wider than Sky apabila limbik nya telah terbuka. Tentang " limbik " bisa di baca lebih detail di buku Revolusi IQ/EQ/SQ/ nya Taufiq Pasiak.atau silahkan search di Google.. Permainan dimulai : Aku meminta ananda untuk mencari beberapa suku kata dan huruf . Diapun sibuk mencari di sekeliling ruangan. Menengok , berjinjit, kadang naik ke kursi, kadang berlari kecil untuk mencarinya. Demikian seterusnya sampai beberapa hari dan ananda enjoy sekali dengan metode tersebut. Demikian lah permainan kami, belajar kami. Intinya aku menfasilitasi ananda untuk bisa tetap bergerak ( karena ananda tipe pembelajar kinestetik ) tapi tidak lupa memasuk kan " muatan" nya. Selain itu aku membuatkan gambar dari tanganku sendiri. Yang masih sangat kuingat gambar pohon, kucing duduk (tampak belakang ), ayunan , aneka buah , sayuran ( sawi ) dan lain-lain. Kemudian dibawah gambar-gambar tersebut aku menuliskan dalam huruf hijaiyyah .
Mungkin ada yang berpikir, bukankah banyak gambar atau poster - poster bagus yang dijual di toko ?? Repot amat ?? Ya...memang kerepotan itu yang kucari . Aku sengaja menciptakan kerepotan itu, menggambar dan mewarnai bersama ananda. Selain menyenangkan, hal tersebut menciptakan kedekatan dan isyaAllah energi cinta dan semangat sang ibu akan ter transfer ke anak. Gelombang otak bisa saling mempengaruhi. Subhanallah atas izin Allah beberapa minggu kemudian aku kembali mendapat panggilan dari sekolah. Ibu guru mengatakan bahwa perkembangan membaca huruf hijaiyyah anandaku sangat pesat. Tak perlu terusik menghadapi anank kinestetik . Dengan memahami gaya belajarnya, InsyaAllah masalah teratasi.
Sebagai penutup, mengutip puisi yang indah...
The Brain is wider than sky For put them side by side The one the other will contain With ease and You beside.
The Brain is deeper than the ocean For hold them Blue to Blue The one the other will absorb As Sponge Buckets do The Brain is just the weight of God For Heft them Pound to Pound And they will differ if they do As Syllable from Sound -Emily Dickinson (1830-1886)
Wassalam Bekasi, 2009
http://www.kompasiana.com/amadia/
0 komentar:
Posting Komentar